Sabtu, 11 November 2017

gugus pergi dan pegaruh gugus tetangga



GUGUS PERGI DAN PENGARUH GUGUS TETANGGA

Menurut Naum (1993), pada kimia organik maupun anorganik, substitusi nukleofilik adalah suatu kelompok dasar reaksi subtitusi, di mana sebuah nukleofil yang "kaya" elektron, secara selektif berikatan dengan atau menyerang muatan positif dari sebuah gugus kimia atau atom yang disebut gugus pergi (leaving group). Suatu gugus pergi (disebut pula sebagai gugus lepas) adalah suatu fragmen molekul yang lepas dengan suatu pasangan elektron dalam pembelahan ikatan kimia secara heterolitik. Gugus pergi dapat berupa suatu anion atau molekul netral, tetapi dalam kedua kasus tersebut yang terpenting adalah bahwa gugus pergi dapat menstabilkan kerapatan elektron tambahan yang dihasilkan dari heterolisis ikatan. Bentuk umum reaksi ini :     
Dengan Nu menandakan nukleofil : menandakan pasangan elektron serta R-X menandakan substrat dengan gugus pergi X. Pada reaksi tersebut, pasangan elektron dari nukleofil menyerang substrat membentuk ikatan baru, sementara gugus pergi melepaskan diri bersama dengan sepasang elektron. Produk utamanya adalah R-Nu. Nukleofil dapat memiliki muatan listrik negatif ataupun netral, sedangkan substrat biasanya netral atau bermuatan positif. Contoh substitusi nukleofilik adalah hidrolisis alkil bromida, R-Br, pada kondisi basa, di mana nukleofilnya adalah OH-dan gugus perginya adalah Br -.
Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dengan gugus pergi putus.
Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk.

          Gugus pergi yang baik harus mampu menstabilkan muatan negatif ini, yaitu dalam bentuk anion yang stabil. Kemampuan gugus pergi menunjukkan perbedaan energi antara bahan pemula dan keadaan transisi (ΔG), dan perbedaan dalam kemampuan gugus pergi tercermin dalam perubahan kuantitas (ΔΔG). Kuantitas pKamenunjukkan perbedaan energi antara bahan pemula dan produk (ΔG) dengan perbedaan keasaman tercermin dalam perubahan kuantitas (ΔΔG). Dalam kasus pKa, "gugus pergi" terikat dengan proton dalam bahan pemula, sedangkan dalam kasus kemampuan gugus pergi, gugus pergi terikat dengan (biasanya) karbon. Basa kuat seperti OH, OR dan NR2 cenderung membuat gugus pergi yang buruk, karena ketidak mampuan mereka untuk menstabilkan muatan negatif.
Senyawa-senyawa tersiser bereaksi lebih mudah dengan mekanisme reaksi SN1 via karbonium. Karbonium bersifat stabil dan dihasilkan secara langsung dari alcohol, alkil halide, atau bahkan alkena.  Ada beberapa reaksi yang tidak membutuhkan nukleofilok kuat yang dikarena apabila digunakan nukleofil kuat akan terjadi reaksi eliminasi. Reaksi SN1 akan efektif apabila digunakan pelarut polar dan katalis (dapat berupa asam atau basa Lewis). Katalis disini berfungsi utuk membuat OH menjadi gugus pergi yang lebih baik.
          Menurut Fessenden dan Fessenden (1992) yang dikatakan bahwa gugus pergi memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.  Gugus pergi yang baik merupakan anion stabil (basa konjugat) dan turunan dari asam kuat. Gugus pergi yang baik biasanya adalah basa lemah seperti contoh berikut:
-       Ion halida : I-, Cl-, Br-.
-       Turunan asam organic kuat dan terstabilkan oleh resonansi.
2.   Gugus pergi yang buruk adalah gugus OH pada alcohol sehingga tidak bias digantikan oleh Nukleofil sehingga harus diubah menjadi gugus lain seperti:
PENGARUH GUGUS TETANGGA
Gugus tetangga dapat menggunakan pasangan elektronnya untuk berinteraksi dengan sisi belakang atom karbon yang menjalani substitusi, sehingga mencegah serangan dari nukleofilik, sehingga nukleofilik hanya dapat bereaksi dengan atom karbon dari sisi depan, dan produknya mengikuti konfigurasi awal. Pengaruh gugus tetangga (partisipasi gugus tetangga) didefinisikan sebagai gugus yang memberikan suatu reaksi intermediate yang baru pada pusat reaksi. Untuk reaksi substitusi seperti dibawah, X sebagai gugus tetangga berperan dalam penyerangan nukleofilik intramolekul sehingga melepaskan Y sebagai gugus pergi, yang kemudian diikuti oleh substitusi intermolekul.
Hasil dari partisipasi ini ialah pembentukan produk substitusi dengan konfigurasi yang berlawanan dengan konfigurasi yang seharusnya terjadi pada SN2, dimana reaksi SN2 pada umumnya membentuk konfigurasi yang berlawanan dengan substrat. Dengan adanya partisipasi gugus tetangga, konfigurasi produk sama dengan substrat. Peranan gugus tetangga pada mekanisme reaski SN2 menurut Allinger  (1976):
·      Sebagai gugus yang memberikan suatu reaksi intermediate yang baru pada pusat reaksi.
·      Dengan adanya partisipasi gugus tetangga, konfigurasi produk sama dengan substrat. Partisipasi gugus tetangga ini juga dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Jika suatu gugus tetangga mempengaruhi reaksi melalui suatu jalan yang menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi, maka gugus tetangga tersebut dikatakan sebagai “anchimeric assistance.
·      Gugus tetangga dapat menggunakan pasangan elektronnya untuk berinteraksi dengan sisi belakang atom karbon yang menjalani substitusi, sehingga mencegah serangan dari nukleofilik, sehingga nukleofilik hanya dapat bereaksi dengan atom karbon dari sisi depan, dan produknya mengikuti konfigurasi awal. Atom atau gugus yang dapat meningkatkan laju SN2 melalui partisipasi gugus tetangga ialah nitrogen dalam bentuk amina, oksigen dalam bentuk karboksilat dan ion alkoksida, dan cincin aromatik. Partisipasi hanya efektif jika interaksinya membentuk cincin segitiga, lima dan enam.
Menurut Firdaus (2013) partisipasi gugus tetangga dapat terjadi pada senyawa yang bersifat aromatis sesuai dengan peranannya yakni partisipasi oleh elektron π dapat terjadi membentuk cincin segitiga dengan muatan positif pada cincin benzene sebagai bentuk intermediatnya, dan menghasilkan produk akhir seperti pada Substitusi nukleofilik pada umumnya, namun tanpa inversi konfigurasi.
 
Senyawa intermediate yang terbentuk ialah ion phenonium.
Dengan adanya dua subtituen pada benzen dengan posisi orto, dimana subtituen pertama mengandung gugus pergi, dan subtituen kedua mengandung gugus yang berpartisipasi sebagai dudus tetangga, maka dapat terbentuk senyawa intermediet melalui partisipasi gugus orto intramoekul.

Per pertanyaan !!!

  1. Mengapa alkil halida menjadi gugus pergi yang baik pada SN2?
  2. Sifat yang bagaimanakah agar suatu gugus dapat menjadi gugus pergi yang baik? Mengapa ?
  3. Apa yang menyebabkan kereaktivitasan nukleofilik? Dan mengapa gugus pergi harus terikat pada karbon tersier?
  4. Apa yang menyebabkan suatu gugus tetangga dapat mencegah serangan nukleofilik pada atom karbon dari sisi belakang ?

DAFTAR PUSTAKA

Allinger, N.L., Cava, M.P., Jongh, D.C.D., Johson, C.R., Lebel, N.A., and Steven, C.L. 1976.Organic Chemistry  2 nd Ed. New York: Worth Publishers.
 Fessenden R. J dan J. S. Fessenden. 1992. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Firdaus, M. S dan N. Hariani. 2013. Kimia Dasar II. Makassar: Universitas Hasannudin.

Naum, S. 1993. "Is This Reaction a Substitution, Oxidation-Reduction, or Transfer". J. Chem. Educ. Vol 70 (1).

Rabu, 08 November 2017

PEMBENTUKAN IKATAN C-C, PENYERANGAN NUKLEOFILIK DAN ELEKTROFILIK


PEMBENTUKAN IKATAN C-C, PENYERANGAN NUKLEOFILIK DAN ELEKTROFILIK

Senyawa organik atau senyawa karbon adalah senyawa berbasis karbon atau didefinisikan pula sebagai senyawa hidrokarbon dan turunannya. Senyawa hidrokarbon adalah senyawa yang tersusun dari hidrogen dan karbon. Atom karbon sebagai basis senyawa organik, adalah atom yang memiliki enam elektron dengan konfigurasi 1s2 2s2 2p2. Atom karbon mempunyai empat elektron valensi. Dengan empat elektron valensi tersebut, atom karbon dalam membentuk ikatan dengan atom lainnya tidak mempunyai kecenderungan melepaskan keempat elektronnya untuk memenuhi aturan oktet, sehingga dapat membentuk ion positif C4+, atau menerima empat elektron sehingga menjadi ion negatif C4-. Sebaliknya, empat elektron pada kulit terluar dapat membentuk empat ikatan kovalen baik dengan atom karbon maupun dengan atom lain, melalui pemakaian bersama pasangan elektron. Sifat khas atom karbon, suatu sifat yang memungkinkan keberadaan jutaan senyawa organik, adalah kemampuannya untuk membentuk ikatan tidak saja dengan unsur berbeda, tetapi juga dengan atom karbon lain. Kemampuan atom-atom karbon untuk membentuk ikatan kovalen memungkinkan terbentuknya rantai karbon yang beragam. Hal ini merupakan salah satu penyebab begitu banyak senyawa karbon yang dapat terbentuk. Rantai karbon dapat merupakan rantai lurus, bercabang, maupun siklis.
Description: C:\Users\USER\Documents\My Bluetooth\kof\pembuatan\1.jpg
Gambar 1. Bentuk Ikatan Rantai Karbon
Empat ikatan kovalen yang dapat terbentuk antar atom C dapat berupa ikatan tunggal atau ikatan rangkap, tergantung dari orbital yang digunakan masing-masing atom karbon tersebut.
Description: C:\Users\USER\Documents\My Bluetooth\kof\pembuatan\2.jpg
Gambar 2. Ikatan Kovalen Atom C-C
 Ikatan dalam Senyawa Karbon
Pembentukan ikatan antara dua atom digambarkan dengan kemajuan overlap orbital-orbital atom yang membentuk ikatan. Semakin besar kemungkinan beroverlap semakin kuat pula ikatan yang terbentuk. Kekuatan relatif overlap antara orbital-orbital atom telah dihitung telah sebagai berikut:
s = 1,00 p = 1,72 sp = 1,93 sp2 = 1,99 sp3 = 2,00
Berdasarkan nilai tersebut di atas maka jelas penggunaan orbital atom sp3 dalam pembentukan molekul metana akan menghasilkan ikatan yang lebih kuat.
Posisi atom karbon:
Dalam ikatan antar karbon, kita perlu membedakan posisi atom karbon sebagai berikut:
1.    Atom C primer : atom C yang terikat pada 1 atom lainnya
2.    Atom C sekunder : atom C yang terikat pada 2 atom lainnya
3.    Atom C tersier : atom C yang terikat pada 3 atom lainnya
4.    Atom C kuartener:  atom C yang terikat pada 2 atom lainnya
Description: C:\Users\USER\Documents\My Bluetooth\kof\pembuatan\3.jpg
Gambar 3. Bentuk Posisi Ikatan
Reaksi Substitusi
Terjadi ketika dua reaktan bereaksi menghasilkan dua produk baru. Misalnya reaksi alkana dengan Cl2 dengan adanya radiasi ultraviolet menghasilkan alkil klorida. Satu  atom Cl dari Cl2 menggantikan posisi H pada alkana, dan dua produk baru terbentuk.
Gambar 4. Reaksi Metana Dengan Cl2
Hal yang penting adalah elektron tidak pernah tidak berpasangan. Bagi kebanyakan reaksi, adalah tepat sekali untuk menyebut satu reaktan sebagai pereaksi penyerang dan yang lain disebut substrat. Substrat adalah molekul yang menyuplai karbon ke ikatan baru. Jika ikatan karbon karbon terbentuk maka perlu untuk memilih secara acak molekul mana sebagai substrat dan molekul mana sebagai pereaksi penyerang. Di dalam reaksi heterosiklik, umumnya pereaksi yang membawa pasangan elektron ke substrat atau mengambil elektron dari substrat. Pereaksi yang membawa pasangan elektron disebut nukleofil dan reaksinya disebut nukleofilik. Reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada senyawa aromatis termasuk heteroaromatis. Substitusi elektrofilik adalah penggantian H+ dengan suatu elektrofil (E+) /spesi yang kekurangan elektron. Elektrofil berasal dari perkataan elektron dan philia (suka), dengan demikian elektrofilik berarti spesi yang suka elektron ( spesi yang bermuatan positif atau suatu orbital kosong ). Di dalam suatu reaksi di mana substrat terbelah, bagian yang tidak mengandung karbon biasa disebut gugus-pergi (leaving group). Gugus-pergi yang membawa pergi elektron disebut nukleofugal, dan gugus-pergi yang tanpa membawa elektron disebut elektrofugal.
Jenis-Jenis Reaksi
Jika heterolitik, maka reaksi dapat digolongkan sebagai nukleofil atau elektrofil, tergantung pada reaktan mana yang ditandai sebagai substrat dan yang mana sebagai pereaksi penyerang.
  1. Substitusi nukleofilik
Gambar 5. Reaksi Nukleofilik
  1. Subtitusi elektrofilik
Gambar 6. Reaksi Elektrofilik
  1. Subtitusi radikal bebas
Gambar 7. Reaksi Radikal Bebas
Ø Reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1)
Reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1) terjadi melalui dua tahapan. Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dan gugus bebas putus, atau substrat terurai. Electron–electron ikatan terlepas bersama dengan gugus bebas, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua, yaitu tahap cepat, ion karbonium bergabung dengan nukleofil akan membentuk hasil.
Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler, SN1 hanya terjadi pada alkil halida tersier. Nukleofil yang dapat menyerang adalah nukleofil basa sangat lemah seperti H2O, CH3CH2OH. Pada reaksi SN1 terdiri dari 3 tahap reaksi. Sebagai contoh adalah reaksi antara t-butil bromida dengan air.

Ø Tahapan reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler, SN2
Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C— X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus  pergi terlepas dengan membawa pasangan electron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik biomolekul, SN2
Mekanisme reaksi SN2 hanya terjadi pada alkil halida primer dan sekunder. Nukleofil yang menyerang adalah jenis nukleofil kuat seperti   -OH, -CN, CH3O-. Serangan dilakukan dari  belakang. Untuk lebih jelas, perhatikan contoh reaksi mekanisme SN2 bromoetana dengan ion hidroksida berikut ini :

Pertanyaan !!!
  1. Apakah peranan gugus tetangga pada mekanisme reaski SN2
  2. Apakah subtitusi nukleofilik hanya terbatas pada hidrokarbon aromatiknya saja ?
  3. suatu subtitusi nukleofilik harus memiliki syarat apa saja ?



DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
March, J., 1985, Advanced Organic Chemistry – Reactions, Mechanisms, and Structure, 3rd Edition, New York.
Sitorus, M. 2008. Kimia Organik Fisik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jumat, 03 November 2017

Reaksi Substitusi Aromatik Kedua dan Ketiga serta Kaitannya dengan Persaman Hammett


Reaksi Organik Dan Mekanismenya

Senyawa keturunan benzena terdiri dari monosubstitusi, disubstitusi,  trisubstitusi dan subtitusi lebih dari tiga substituen. Menurut Sumardjo (2008) menyatakan bahwa perubahan ikatan kovalen yang dialami oleh molekul-molekul senyawa organik selama zat bereaksi akan mempengaruhi bentuk struktur yang akan dihasilkan. Reaksi organik dapat dikelompokkan menjadi reaksi subtitusi, reaksi adisi, reaksi eliminasi, reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan reaksi penataan ulang. Dikatakan monosubstitusi jika cincin benzena mengikat satu substituen (gugus) R , disubstitusi jika cincin benzena mengikat dua substituen (gugus) R, trisubstitusi jika cincin benzena mengikat tiga  substituen (gugus) R dan seterusnya.
1.   Benzena monosubstitusi

Gambar 1. Turunan Benzena Monosubtitusi
2.   Benzena disubstitusi : untuk cincin benzena yang mengikat dua substituen ,  jika substituen pada posisi 1,2 disebut orto, substituen pada posisi 1,3 disebut meta dan substituen pada posisi 1,4 disebut para.
                      
Gambar 2. Turunan Benzena Disubtitusi
3.   Benzena tetrasubstituen, misalnya tri nitro toleun ( TNT ) dan tri nitro fenol ( TNP ) yang digunakan sebagai bahan peledak.
                     
                          Gambar 3. Turunan Benzena Trisubtitusi
Khusus dalam materi kali ini akan dibahas reaksi subtitusi kedua dan ketiga yang terjadi dalam senyawa organik yaitu sebagai berikut :
Reaksi Substitusi                                                                                                       
Rumus umum : AB +CD → AD +CB
Substitusi artinya penggantian atau penukaran. Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom atau gugus dengan atom atau gugus lain. Jadi, dalam reaksi ini, suatu atom atau gugus yang terdapat dalam rantai utama akan meninggalkan rantai utama tersebut dan tempatnya yang kosong akan digantikan oleh atom atau gugus yang lain. Berdasarkan pereaksi yang dipergunakan reaksi ini dapat dibedakan atas :
a)      Reaksi Substitusi Radikal Bebas
Reaksi substitusi ini dapat terjadi apabila gugus yang mengganti adalah radikal bebas. Reaksi ini dimulai dengan pembentukan radikal bebas yang reaktif. Radikal tersebut bereaksi dengan molekul lain membentuk radikal bebas baru yang meneruskan reaksi berikutnya.
            Tahapan reaksi antara gas klor dengan etana membentuk etil klorida dapat dilihat dari persamaan berikut :

Gambar 4. Reaksi Klorinasi Etana
b)      Reaksi substitusi nukleofiik
Reaksi substitusi ini dapat terjadi apabila gugus yang mengganti merupakan pereaksi nukleofil. Secara umum, reaksi ini digambarkan sebagai berikut :
                                           
Gambar 5. Reaksi Substitusi Nukleofilik
Sebagai contoh, reaksi antara etanol dengan asam bromida. Asam bromida terionisasi melalu reaksi HBr → H+ + Br-. Pengikatan ion H+ pada atom O dari etanol menghasilkan ion etiloksonium yang bermuatan positif. Dengan persamaan reaksinya:
Gambar 6. Reaksi Substitusi Elektrofilik
Ion bromida sebagai pereaksi nukleofilik menyerag atom C yang mengikat atom oksigen dan mendorong air keluar.
Gambar 7. Ion Bromida Sebagai Pereaksi Nukleofilik
c)   Reaksi Substitusi Elektrofilik
Menurut Subandi (2010) untuk zat yang bereaksi akan mengalami kekurangan elektron, sehingga mempu menerima rangsangan elektron. Substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik dimana sebuah atom biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti sengan elektrofil. Reaksi terpenting yang dapat terjadi di kelas ini adalah nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatil dan asilasi dan alkilasi reaksi Friedel-Crafts. 

Substitusi Kedua
Senyawa keturunan benzena dapat disubstitusi dan disintesis melalui kelima tipe reaksi di atas tergantung senyawa keturunan benzena yang akan disentesis. Produk reaksi yang terjadi tegantung gugus R (monosubstitusi)  yang telah terikat pada cincin benzena. Gugus R dibedakan menjadi gugus pengarah orto/para (o/p) dan gugus pengarah meta (m). Gugus pengarah o/p akan mengarahkan gugus yang masuk (elektrofil) ke posisi orto dan para sehingga produk resksi yang dominan adalah orto dan para sedang gugus pengarah meta akan mengarahkan elektrofil ke posisi meta sehingga produk reaksi yang dominan adalah meta. Gugus penstabil/pengaktif  adalah gugus R yang dapat mengadakan delokalisasi elektron p dengan ion benzenoniun sehingga ion benzenonium itu bersifat lebih stabil/lebih aktif . Agar gugus R mampu mengadakan delokalisasi elektron p maka harus ada elektron atau nbe dari gugus R yang masuk kearah cincin benzena.  Gugus pengarah o/p bersifat penstabil. Sedangkan Gugus pendestabil/pendeaktif adalah gugus R yang tidak mampu mengadakan delokalisasi elektron p dengan cincin benzena sehingga gugus itu mendestabilkan/menonaktifkan ion benzenonium, akibatnya ion benzenonium menjadi tidak stabil. Gugus pengarah meta bersifat pendestabil karena elektron p dari ikatan  gugus karbonil  justru keluar cincin sehingga tidak terjadi delokalisasi elektron p.
Benzena yang telah tersubstitusi dapat mengalami substitusi kedua. Gugus (substituen) pertama dapat mempengaruhi kereaktifan (laju reaksi) dan posisi substituen pada substitusi kedua. Beberapa substituen pertama sebagai pengarah, substituen kedua pada posisi orto dan para, serta beberapa substituen pertama sebagai pengarah pada posisi meta.
Tabel 1. Efek Substituen Pertama terhadap Substituen Kedua

Menurut tobing (1989) menjelaskan bahwa cara penentuan suatu ikatan terjadi pada posisi meta, orto dan para:
Ø Pengarah o, p dan m ditentukan oleh sifat-sifat atom 1 dan 2 dari gugus fungsi, tidak dipengaruhi oleh atom ke 3.
Ø Apabila atom ke 2 lebih elektronegatif daripada atom 1, berarti kerapatan elektron atom 1 tertarik oleh atom ke 2 sehingga atom 1 tidak dapat mendonorkan/mendelokalisasi elektron ke cincin → mendeaktifasi cincin → pengarah meta.
Ø Apabila keelektronegatifan atom 2<1, maka atom 1 akan dapat mendonorkan elektron/mendelokalisasi elektron ke cincin mengaktifasi cincin pengarah orto, para. 

Baik regioselektivitas dan kecepatan dari suatu substitusi elektrofilik aromatik dipengaruhi oleh substituen yang telah menempel pada cincin benzena. Dalam hal regioselektivitas, beberapa gugus mengarahkan substitusi pada posisi orto atau para, sementara gugus lainnya meningkatkan substitusi pada posisi meta. Gugus-gugus tersebut dikenal sebagai pengarah orto–para atau pengarah meta. Sebagai tambahan, beberapa gugus akan meningkatkan laju reaksi (pengaktivasi) sementara yang lain akan menurunkan laju tersebut (pendeaktivasi). Sementara pola regioselecktivitas dapat dijelaskan dengan struktur resonansi, pengaruh pada kinetika dapat dijelaskan baik menggunakan struktur resonansi serta efek induktif.
Substituen secara umum dapat dibagi menjadi dua kelas bergantung pada substitusi elektrofilik: mengaktivasi dan mendeaktivasi ke arah cincin aromatik. Substituen pengaktivasi atau gugus pengaktivasi menstabilkan zat antara kationik yang terbentuk saat substitusi dengan menyumbangkan elektron ke dalam sistem cincin, baik oleh efek induktif atau efek resonansi. Contoh cincin aromatik teraktivasi adalah toluena, anilina dan fenol.

 
Kerapatan elektron tambahan yang diberikan ke dalam cincin oleh substituen tersebut tidak didistribusikan secara merata di seluruh cincin tapi terkonsentrasi pada atom 2, 4 dan 6 (posisi orto dan para). Posisi ini karena itu paling reaktif terhadap elektrofil miskin-elektron. Kerapatan elektron tertinggi terletak baik pada posisi orto dan para, meskipun peningkatan pada reaktivitas ini mungkin diimbangi dengan halangan sterik antara substituen dan elektrofil. Hasil akhir dari substitusi aromatik elektrofilik karenanya mungkin akan sulit untuk diprediksi, dan biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan menentukan perbandingan substitusi orto terhadap para.
Di samping itu, substituen pendeaktivasi mendestabilisasi kation zat antara dan dengan demikian menurunkan laju reaksi. Mereka melakukannya dengan menarik kerapatan elektron dari cincin aromatik, meskipun posisi yang paling terpengaruh adalah kembali pada orto dan para. Hal ini berarti bahwa posisi yang paling reaktif (atau, kurang tidak reaktif) adalah posisi meta (atom 3 dan 5). Contoh cincin aromatik terdeaktivasi adalah nitrobenzena dan benzaldehida.
                          
Deaktivasi sistem aromatik ini juga berarti bahwa kondisi umum yang lebih keras dibutuhkan untuk menggerakkan reaksi hingga selesai. Contoh dari ini adalah nitrasi dari toluena selama memproduksi trinitrotoluena (TNT). Pada nitrasi pertama, dalam cincin toluena teraktivasi, dapat dilakukan pada suhu kamar dan dengan asam encer, yang kedua, pada cincin nitrotoluena terdeaktivasi, sudah membutuhkan pemanasan berkepanjangan dan asam lebih pekat, dan yang ketiga, pada dinitrotoluena yang sangat terdeaktivasi, harus dilakukan dalam asam sulfat pekat mendidih

 
Subtitusi Ketiga
Menurut fessenden dan fessenden (1989) aturan umum yang mencakup sebagian besar kasus pada subtitusi ketiga :
o   Jika dua substituen itu mengarahkan suatu gugus masuk ke satu posisi, maka posisi ini akan merupakan posisi utama (dari) substitusi ketiga.
o   Jika dua gugus bertentangan dalam efek-efek pengarahan mereka, maka aktivator yang lebih kuat akan lebih diurut pengarahannya.
o   Jika dua gugus dekativasi berada pada cincin, terlepas dari mana posisi mereka, dapat menyukarkan substitusi ketiga.
o   Jika dua gugus pada cincin berposisi-meta satu sama lain, baisanya cincin itu tidak menjalani substitusi pada posisi yang mereka apit, meskipun mungkin cincin itu teraktifkan (pada posisi itu). Tidak reaktifnya posisi ini agaknya disebabkan oleh rintangan sterik.

DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R. J dan J. S Fessenden. 1989. Kimia Organik Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran Dan Program Strata 1 Fakutas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Subandi, M. P. 2010. Kimia Organik. Yogyakarta: Dee Publish.
Tobing, R.L. 1989. Kimia Organik Fisik. Jakarta : Kemendikbud.

Pertanyaan !!! 
  1. Bagaimana substituen memengaruhi laju substitusi pada senyawa benzena? 
  2. Apakah sifat pengarah o,p gugus amino dapat berubah ke m ? apa yang menyebabkannya dan bagai mana pencegahannya? 


STEREOCHEMICAL CONSIDERING IN PLANNING SYNTHESIS (Mempertimbangkan Stereokimia Dalam Merancang Suatu Sintesis ) Sintesis adalah proses ...