Reaksi Organik Dan
Mekanismenya
Senyawa keturunan benzena terdiri dari monosubstitusi, disubstitusi, trisubstitusi dan subtitusi lebih dari tiga
substituen. Menurut Sumardjo (2008) menyatakan bahwa perubahan ikatan kovalen yang
dialami oleh molekul-molekul senyawa organik selama zat bereaksi akan
mempengaruhi bentuk struktur yang akan dihasilkan. Reaksi organik dapat
dikelompokkan menjadi reaksi subtitusi, reaksi adisi, reaksi eliminasi, reaksi
oksidasi, reaksi reduksi dan reaksi penataan ulang. Dikatakan monosubstitusi jika cincin benzena mengikat satu
substituen (gugus) R , disubstitusi jika cincin benzena mengikat dua substituen
(gugus) R, trisubstitusi jika cincin benzena mengikat tiga substituen (gugus) R dan seterusnya.
1. Benzena monosubstitusi
Gambar 1. Turunan Benzena Monosubtitusi
2.
Benzena disubstitusi :
untuk cincin benzena yang mengikat dua substituen , jika substituen pada posisi 1,2 disebut orto,
substituen pada posisi 1,3 disebut meta dan substituen pada posisi 1,4 disebut
para.
Gambar 2. Turunan Benzena Disubtitusi
3.
Benzena tetrasubstituen,
misalnya tri nitro toleun ( TNT ) dan tri nitro fenol ( TNP ) yang digunakan
sebagai bahan peledak.
Gambar 3. Turunan Benzena Trisubtitusi
Khusus dalam materi kali ini akan dibahas reaksi subtitusi kedua
dan ketiga yang terjadi dalam senyawa organik yaitu sebagai berikut :
Reaksi Substitusi
Rumus umum : AB +CD → AD
+CB
Substitusi artinya
penggantian atau penukaran. Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom
atau gugus dengan atom atau gugus lain. Jadi, dalam reaksi ini, suatu atom atau
gugus yang terdapat dalam rantai utama akan meninggalkan rantai utama tersebut
dan tempatnya yang kosong akan digantikan oleh atom atau gugus yang lain.
Berdasarkan pereaksi yang dipergunakan reaksi ini dapat dibedakan atas :
a) Reaksi Substitusi Radikal
Bebas
Reaksi substitusi ini dapat terjadi apabila gugus yang mengganti
adalah radikal bebas. Reaksi ini dimulai dengan pembentukan radikal bebas yang
reaktif. Radikal tersebut bereaksi dengan molekul lain membentuk radikal bebas
baru yang meneruskan reaksi berikutnya.
Tahapan
reaksi antara gas klor dengan etana membentuk etil klorida dapat dilihat dari
persamaan berikut :
Gambar 4. Reaksi Klorinasi Etana
b) Reaksi substitusi
nukleofiik
Reaksi substitusi ini dapat terjadi apabila gugus yang
mengganti merupakan pereaksi nukleofil. Secara umum, reaksi ini digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 5. Reaksi Substitusi Nukleofilik
Sebagai contoh, reaksi antara etanol dengan asam bromida.
Asam bromida terionisasi melalu reaksi HBr → H+ + Br-.
Pengikatan ion H+ pada atom O dari etanol menghasilkan ion
etiloksonium yang bermuatan positif. Dengan persamaan reaksinya:
Gambar 6. Reaksi Substitusi Elektrofilik
Ion bromida sebagai pereaksi nukleofilik menyerag atom C yang
mengikat atom oksigen dan mendorong air keluar.
Gambar 7. Ion Bromida Sebagai Pereaksi Nukleofilik
c) Reaksi Substitusi
Elektrofilik
Menurut Subandi (2010)
untuk zat yang bereaksi akan mengalami kekurangan elektron, sehingga mempu menerima
rangsangan elektron. Substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik
dimana sebuah atom biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti
sengan elektrofil. Reaksi terpenting yang dapat terjadi di kelas ini adalah
nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatil dan asilasi dan
alkilasi reaksi Friedel-Crafts.
Substitusi Kedua
Senyawa keturunan benzena dapat disubstitusi
dan disintesis melalui kelima tipe reaksi di atas tergantung senyawa keturunan
benzena yang akan disentesis. Produk reaksi yang terjadi tegantung gugus R
(monosubstitusi) yang telah terikat pada
cincin benzena. Gugus R dibedakan menjadi gugus pengarah orto/para (o/p)
dan gugus pengarah meta (m). Gugus pengarah
o/p akan mengarahkan gugus yang masuk (elektrofil) ke posisi orto dan para
sehingga produk resksi yang dominan adalah orto dan para sedang gugus pengarah meta akan mengarahkan
elektrofil ke posisi meta sehingga produk reaksi yang dominan adalah meta. Gugus
penstabil/pengaktif adalah gugus R yang dapat mengadakan
delokalisasi elektron p dengan ion benzenoniun sehingga ion
benzenonium itu bersifat lebih stabil/lebih aktif . Agar gugus R mampu
mengadakan delokalisasi elektron p maka
harus ada elektron atau nbe dari gugus R yang masuk kearah cincin
benzena. Gugus pengarah o/p bersifat penstabil.
Sedangkan Gugus
pendestabil/pendeaktif adalah gugus R yang tidak mampu mengadakan delokalisasi
elektron p dengan cincin benzena sehingga gugus itu
mendestabilkan/menonaktifkan ion benzenonium, akibatnya ion benzenonium menjadi
tidak stabil. Gugus pengarah meta bersifat pendestabil
karena elektron p dari ikatan
gugus karbonil justru keluar
cincin sehingga tidak terjadi delokalisasi elektron p.
Benzena yang telah tersubstitusi dapat
mengalami substitusi kedua. Gugus (substituen) pertama dapat mempengaruhi
kereaktifan (laju reaksi) dan posisi substituen pada substitusi kedua. Beberapa
substituen pertama sebagai pengarah, substituen kedua pada posisi orto dan
para, serta beberapa substituen pertama sebagai pengarah pada posisi meta.
Tabel 1. Efek Substituen Pertama terhadap Substituen Kedua
Menurut tobing (1989) menjelaskan bahwa
cara penentuan suatu ikatan terjadi pada posisi meta, orto dan para:
Ø Pengarah o, p dan m
ditentukan oleh sifat-sifat atom 1 dan 2 dari gugus fungsi, tidak dipengaruhi
oleh atom ke 3.
Ø Apabila atom ke 2
lebih elektronegatif daripada atom 1, berarti kerapatan elektron atom 1
tertarik oleh atom ke 2 sehingga atom 1 tidak dapat mendonorkan/mendelokalisasi
elektron ke cincin → mendeaktifasi cincin → pengarah meta.
Ø Apabila
keelektronegatifan atom 2<1, maka atom 1 akan dapat mendonorkan elektron/mendelokalisasi elektron ke cincin → mengaktifasi cincin → pengarah orto,
para.
Baik regioselektivitas dan kecepatan dari suatu substitusi
elektrofilik aromatik dipengaruhi oleh substituen yang telah menempel pada cincin
benzena. Dalam hal regioselektivitas, beberapa gugus mengarahkan substitusi
pada posisi orto atau para, sementara gugus lainnya
meningkatkan substitusi pada posisi meta. Gugus-gugus tersebut dikenal sebagai pengarah orto–para atau pengarah meta. Sebagai tambahan,
beberapa gugus akan meningkatkan laju reaksi (pengaktivasi) sementara yang lain akan menurunkan laju tersebut (pendeaktivasi). Sementara pola
regioselecktivitas dapat dijelaskan dengan struktur resonansi, pengaruh pada kinetika dapat dijelaskan baik menggunakan
struktur resonansi
serta efek induktif.
Substituen secara umum dapat dibagi
menjadi dua kelas bergantung pada substitusi elektrofilik: mengaktivasi dan
mendeaktivasi ke arah cincin aromatik. Substituen
pengaktivasi atau gugus pengaktivasi menstabilkan zat antara kationik yang terbentuk saat
substitusi dengan menyumbangkan elektron ke dalam sistem cincin, baik oleh efek
induktif atau efek resonansi. Contoh cincin aromatik teraktivasi adalah toluena, anilina dan fenol.
Kerapatan elektron tambahan yang diberikan ke dalam
cincin oleh substituen tersebut tidak didistribusikan secara merata di seluruh
cincin tapi terkonsentrasi pada atom 2, 4 dan 6 (posisi orto dan para). Posisi
ini karena itu paling reaktif terhadap elektrofil miskin-elektron. Kerapatan
elektron tertinggi terletak baik pada posisi orto dan para, meskipun
peningkatan pada reaktivitas ini mungkin diimbangi dengan halangan sterik antara substituen dan elektrofil. Hasil akhir dari substitusi
aromatik elektrofilik karenanya mungkin akan sulit untuk diprediksi, dan
biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan menentukan perbandingan
substitusi orto terhadap para.
Di samping itu, substituen pendeaktivasi mendestabilisasi kation zat antara
dan dengan demikian menurunkan laju reaksi. Mereka melakukannya dengan menarik
kerapatan elektron dari cincin aromatik, meskipun posisi yang paling
terpengaruh adalah kembali pada orto dan para. Hal ini berarti bahwa posisi
yang paling reaktif (atau, kurang tidak reaktif) adalah posisi meta (atom 3 dan
5). Contoh cincin aromatik terdeaktivasi adalah nitrobenzena dan benzaldehida.
Deaktivasi sistem aromatik ini juga berarti bahwa kondisi umum yang
lebih keras dibutuhkan untuk menggerakkan reaksi hingga selesai. Contoh
dari ini adalah nitrasi dari toluena selama memproduksi trinitrotoluena
(TNT). Pada nitrasi pertama, dalam cincin toluena teraktivasi, dapat
dilakukan pada suhu kamar dan dengan asam encer, yang kedua, pada cincin
nitrotoluena terdeaktivasi, sudah membutuhkan pemanasan berkepanjangan
dan asam lebih pekat, dan yang ketiga, pada dinitrotoluena yang sangat
terdeaktivasi, harus dilakukan dalam asam sulfat pekat mendidih
Subtitusi Ketiga
Menurut fessenden dan fessenden (1989)
aturan umum yang mencakup sebagian besar kasus pada subtitusi ketiga :
o Jika
dua substituen itu mengarahkan suatu gugus masuk ke satu posisi, maka posisi
ini akan merupakan posisi utama (dari) substitusi ketiga.
o Jika
dua gugus bertentangan dalam efek-efek pengarahan mereka, maka aktivator yang
lebih kuat akan lebih diurut pengarahannya.
o Jika
dua gugus dekativasi berada pada cincin, terlepas dari mana posisi mereka,
dapat menyukarkan substitusi ketiga.
o Jika
dua gugus pada cincin berposisi-meta satu sama lain, baisanya cincin itu tidak
menjalani substitusi pada posisi yang mereka apit, meskipun mungkin cincin itu
teraktifkan (pada posisi itu). Tidak reaktifnya posisi ini agaknya disebabkan
oleh rintangan sterik.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R. J dan J. S
Fessenden. 1989. Kimia Organik Edisi 3
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran Dan Program Strata 1 Fakutas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Subandi, M. P. 2010. Kimia Organik. Yogyakarta: Dee
Publish.
Tobing, R.L. 1989. Kimia Organik Fisik. Jakarta :
Kemendikbud.
Pertanyaan
!!!
- Bagaimana substituen memengaruhi laju substitusi pada senyawa benzena?
- Apakah sifat pengarah o,p gugus amino dapat berubah ke m ? apa yang menyebabkannya dan bagai mana pencegahannya?
Terima kasih atas materinya
BalasHapusMenurut saya karena benzena bersifat kaya-elektron dan mudah bereaksi dengan E+:
Sebaliknya, substituen penarik atau pengambil elektron menurunkannya sehingga benzena menjadi kurang reaktif.
Substituen pendorong atau penyumbang elektron menaikkan rapatan-elektron benzena sehingga lebih reaktif terhadap E+.
Menurut saya, benzena bersifat kaya-elektron dan mudah bereaksi dengan E+. Sebaliknya, substituen penarik atau pengambil elektron menurunkannya sehingga benzena menjadi kurang reaktif. Substituen pendorong atau penyumbang elektron menaikkan rapatan-elektron benzena sehingga lebih reaktif terhadap E+
BalasHapusterimakasih atas materinya menurut saya senyawa benzena memiliki sifat yang kaya akan elektron dan mudah bereaksi dengan E+, dan begitupun sebaliknya substituen penarik atau pengambil elektron menurunkannya sehingga benzena menjadi kurang reaktif.
BalasHapusSubstituen pendorong atau penyumbang elektron menaikkan rapatan-elektron benzena sehingga lebih reaktif terhadap E+. pada pertanyaan selanjutnya sifat pengarah o-,p- dari gugus amino akan berubah dalam campuran yang berisi asam lewis seperti H2SO4,HNO3 atau AlCl3 karena terbentuk ion amonium yang bersifat pengarah m-, dengan cara penambahan gugus blokade seperti amida