Jumat, 03 November 2017

Reaksi Substitusi Aromatik Kedua dan Ketiga serta Kaitannya dengan Persaman Hammett


Reaksi Organik Dan Mekanismenya

Senyawa keturunan benzena terdiri dari monosubstitusi, disubstitusi,  trisubstitusi dan subtitusi lebih dari tiga substituen. Menurut Sumardjo (2008) menyatakan bahwa perubahan ikatan kovalen yang dialami oleh molekul-molekul senyawa organik selama zat bereaksi akan mempengaruhi bentuk struktur yang akan dihasilkan. Reaksi organik dapat dikelompokkan menjadi reaksi subtitusi, reaksi adisi, reaksi eliminasi, reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan reaksi penataan ulang. Dikatakan monosubstitusi jika cincin benzena mengikat satu substituen (gugus) R , disubstitusi jika cincin benzena mengikat dua substituen (gugus) R, trisubstitusi jika cincin benzena mengikat tiga  substituen (gugus) R dan seterusnya.
1.   Benzena monosubstitusi

Gambar 1. Turunan Benzena Monosubtitusi
2.   Benzena disubstitusi : untuk cincin benzena yang mengikat dua substituen ,  jika substituen pada posisi 1,2 disebut orto, substituen pada posisi 1,3 disebut meta dan substituen pada posisi 1,4 disebut para.
                      
Gambar 2. Turunan Benzena Disubtitusi
3.   Benzena tetrasubstituen, misalnya tri nitro toleun ( TNT ) dan tri nitro fenol ( TNP ) yang digunakan sebagai bahan peledak.
                     
                          Gambar 3. Turunan Benzena Trisubtitusi
Khusus dalam materi kali ini akan dibahas reaksi subtitusi kedua dan ketiga yang terjadi dalam senyawa organik yaitu sebagai berikut :
Reaksi Substitusi                                                                                                       
Rumus umum : AB +CD → AD +CB
Substitusi artinya penggantian atau penukaran. Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom atau gugus dengan atom atau gugus lain. Jadi, dalam reaksi ini, suatu atom atau gugus yang terdapat dalam rantai utama akan meninggalkan rantai utama tersebut dan tempatnya yang kosong akan digantikan oleh atom atau gugus yang lain. Berdasarkan pereaksi yang dipergunakan reaksi ini dapat dibedakan atas :
a)      Reaksi Substitusi Radikal Bebas
Reaksi substitusi ini dapat terjadi apabila gugus yang mengganti adalah radikal bebas. Reaksi ini dimulai dengan pembentukan radikal bebas yang reaktif. Radikal tersebut bereaksi dengan molekul lain membentuk radikal bebas baru yang meneruskan reaksi berikutnya.
            Tahapan reaksi antara gas klor dengan etana membentuk etil klorida dapat dilihat dari persamaan berikut :

Gambar 4. Reaksi Klorinasi Etana
b)      Reaksi substitusi nukleofiik
Reaksi substitusi ini dapat terjadi apabila gugus yang mengganti merupakan pereaksi nukleofil. Secara umum, reaksi ini digambarkan sebagai berikut :
                                           
Gambar 5. Reaksi Substitusi Nukleofilik
Sebagai contoh, reaksi antara etanol dengan asam bromida. Asam bromida terionisasi melalu reaksi HBr → H+ + Br-. Pengikatan ion H+ pada atom O dari etanol menghasilkan ion etiloksonium yang bermuatan positif. Dengan persamaan reaksinya:
Gambar 6. Reaksi Substitusi Elektrofilik
Ion bromida sebagai pereaksi nukleofilik menyerag atom C yang mengikat atom oksigen dan mendorong air keluar.
Gambar 7. Ion Bromida Sebagai Pereaksi Nukleofilik
c)   Reaksi Substitusi Elektrofilik
Menurut Subandi (2010) untuk zat yang bereaksi akan mengalami kekurangan elektron, sehingga mempu menerima rangsangan elektron. Substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik dimana sebuah atom biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti sengan elektrofil. Reaksi terpenting yang dapat terjadi di kelas ini adalah nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatil dan asilasi dan alkilasi reaksi Friedel-Crafts. 

Substitusi Kedua
Senyawa keturunan benzena dapat disubstitusi dan disintesis melalui kelima tipe reaksi di atas tergantung senyawa keturunan benzena yang akan disentesis. Produk reaksi yang terjadi tegantung gugus R (monosubstitusi)  yang telah terikat pada cincin benzena. Gugus R dibedakan menjadi gugus pengarah orto/para (o/p) dan gugus pengarah meta (m). Gugus pengarah o/p akan mengarahkan gugus yang masuk (elektrofil) ke posisi orto dan para sehingga produk resksi yang dominan adalah orto dan para sedang gugus pengarah meta akan mengarahkan elektrofil ke posisi meta sehingga produk reaksi yang dominan adalah meta. Gugus penstabil/pengaktif  adalah gugus R yang dapat mengadakan delokalisasi elektron p dengan ion benzenoniun sehingga ion benzenonium itu bersifat lebih stabil/lebih aktif . Agar gugus R mampu mengadakan delokalisasi elektron p maka harus ada elektron atau nbe dari gugus R yang masuk kearah cincin benzena.  Gugus pengarah o/p bersifat penstabil. Sedangkan Gugus pendestabil/pendeaktif adalah gugus R yang tidak mampu mengadakan delokalisasi elektron p dengan cincin benzena sehingga gugus itu mendestabilkan/menonaktifkan ion benzenonium, akibatnya ion benzenonium menjadi tidak stabil. Gugus pengarah meta bersifat pendestabil karena elektron p dari ikatan  gugus karbonil  justru keluar cincin sehingga tidak terjadi delokalisasi elektron p.
Benzena yang telah tersubstitusi dapat mengalami substitusi kedua. Gugus (substituen) pertama dapat mempengaruhi kereaktifan (laju reaksi) dan posisi substituen pada substitusi kedua. Beberapa substituen pertama sebagai pengarah, substituen kedua pada posisi orto dan para, serta beberapa substituen pertama sebagai pengarah pada posisi meta.
Tabel 1. Efek Substituen Pertama terhadap Substituen Kedua

Menurut tobing (1989) menjelaskan bahwa cara penentuan suatu ikatan terjadi pada posisi meta, orto dan para:
Ø Pengarah o, p dan m ditentukan oleh sifat-sifat atom 1 dan 2 dari gugus fungsi, tidak dipengaruhi oleh atom ke 3.
Ø Apabila atom ke 2 lebih elektronegatif daripada atom 1, berarti kerapatan elektron atom 1 tertarik oleh atom ke 2 sehingga atom 1 tidak dapat mendonorkan/mendelokalisasi elektron ke cincin → mendeaktifasi cincin → pengarah meta.
Ø Apabila keelektronegatifan atom 2<1, maka atom 1 akan dapat mendonorkan elektron/mendelokalisasi elektron ke cincin mengaktifasi cincin pengarah orto, para. 

Baik regioselektivitas dan kecepatan dari suatu substitusi elektrofilik aromatik dipengaruhi oleh substituen yang telah menempel pada cincin benzena. Dalam hal regioselektivitas, beberapa gugus mengarahkan substitusi pada posisi orto atau para, sementara gugus lainnya meningkatkan substitusi pada posisi meta. Gugus-gugus tersebut dikenal sebagai pengarah orto–para atau pengarah meta. Sebagai tambahan, beberapa gugus akan meningkatkan laju reaksi (pengaktivasi) sementara yang lain akan menurunkan laju tersebut (pendeaktivasi). Sementara pola regioselecktivitas dapat dijelaskan dengan struktur resonansi, pengaruh pada kinetika dapat dijelaskan baik menggunakan struktur resonansi serta efek induktif.
Substituen secara umum dapat dibagi menjadi dua kelas bergantung pada substitusi elektrofilik: mengaktivasi dan mendeaktivasi ke arah cincin aromatik. Substituen pengaktivasi atau gugus pengaktivasi menstabilkan zat antara kationik yang terbentuk saat substitusi dengan menyumbangkan elektron ke dalam sistem cincin, baik oleh efek induktif atau efek resonansi. Contoh cincin aromatik teraktivasi adalah toluena, anilina dan fenol.

 
Kerapatan elektron tambahan yang diberikan ke dalam cincin oleh substituen tersebut tidak didistribusikan secara merata di seluruh cincin tapi terkonsentrasi pada atom 2, 4 dan 6 (posisi orto dan para). Posisi ini karena itu paling reaktif terhadap elektrofil miskin-elektron. Kerapatan elektron tertinggi terletak baik pada posisi orto dan para, meskipun peningkatan pada reaktivitas ini mungkin diimbangi dengan halangan sterik antara substituen dan elektrofil. Hasil akhir dari substitusi aromatik elektrofilik karenanya mungkin akan sulit untuk diprediksi, dan biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan menentukan perbandingan substitusi orto terhadap para.
Di samping itu, substituen pendeaktivasi mendestabilisasi kation zat antara dan dengan demikian menurunkan laju reaksi. Mereka melakukannya dengan menarik kerapatan elektron dari cincin aromatik, meskipun posisi yang paling terpengaruh adalah kembali pada orto dan para. Hal ini berarti bahwa posisi yang paling reaktif (atau, kurang tidak reaktif) adalah posisi meta (atom 3 dan 5). Contoh cincin aromatik terdeaktivasi adalah nitrobenzena dan benzaldehida.
                          
Deaktivasi sistem aromatik ini juga berarti bahwa kondisi umum yang lebih keras dibutuhkan untuk menggerakkan reaksi hingga selesai. Contoh dari ini adalah nitrasi dari toluena selama memproduksi trinitrotoluena (TNT). Pada nitrasi pertama, dalam cincin toluena teraktivasi, dapat dilakukan pada suhu kamar dan dengan asam encer, yang kedua, pada cincin nitrotoluena terdeaktivasi, sudah membutuhkan pemanasan berkepanjangan dan asam lebih pekat, dan yang ketiga, pada dinitrotoluena yang sangat terdeaktivasi, harus dilakukan dalam asam sulfat pekat mendidih

 
Subtitusi Ketiga
Menurut fessenden dan fessenden (1989) aturan umum yang mencakup sebagian besar kasus pada subtitusi ketiga :
o   Jika dua substituen itu mengarahkan suatu gugus masuk ke satu posisi, maka posisi ini akan merupakan posisi utama (dari) substitusi ketiga.
o   Jika dua gugus bertentangan dalam efek-efek pengarahan mereka, maka aktivator yang lebih kuat akan lebih diurut pengarahannya.
o   Jika dua gugus dekativasi berada pada cincin, terlepas dari mana posisi mereka, dapat menyukarkan substitusi ketiga.
o   Jika dua gugus pada cincin berposisi-meta satu sama lain, baisanya cincin itu tidak menjalani substitusi pada posisi yang mereka apit, meskipun mungkin cincin itu teraktifkan (pada posisi itu). Tidak reaktifnya posisi ini agaknya disebabkan oleh rintangan sterik.

DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R. J dan J. S Fessenden. 1989. Kimia Organik Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran Dan Program Strata 1 Fakutas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Subandi, M. P. 2010. Kimia Organik. Yogyakarta: Dee Publish.
Tobing, R.L. 1989. Kimia Organik Fisik. Jakarta : Kemendikbud.

Pertanyaan !!! 
  1. Bagaimana substituen memengaruhi laju substitusi pada senyawa benzena? 
  2. Apakah sifat pengarah o,p gugus amino dapat berubah ke m ? apa yang menyebabkannya dan bagai mana pencegahannya? 


3 komentar:

  1. Terima kasih atas materinya
    Menurut saya karena benzena bersifat kaya-elektron dan mudah bereaksi dengan E+:
    Sebaliknya, substituen penarik atau pengambil elektron menurunkannya sehingga benzena menjadi kurang reaktif.
    Substituen pendorong atau penyumbang elektron menaikkan rapatan-elektron benzena sehingga lebih reaktif terhadap E+.

    BalasHapus
  2. Menurut saya, benzena bersifat kaya-elektron dan mudah bereaksi dengan E+. Sebaliknya, substituen penarik atau pengambil elektron menurunkannya sehingga benzena menjadi kurang reaktif. Substituen pendorong atau penyumbang elektron menaikkan rapatan-elektron benzena sehingga lebih reaktif terhadap E+

    BalasHapus
  3. terimakasih atas materinya menurut saya senyawa benzena memiliki sifat yang kaya akan elektron dan mudah bereaksi dengan E+, dan begitupun sebaliknya substituen penarik atau pengambil elektron menurunkannya sehingga benzena menjadi kurang reaktif.
    Substituen pendorong atau penyumbang elektron menaikkan rapatan-elektron benzena sehingga lebih reaktif terhadap E+. pada pertanyaan selanjutnya sifat pengarah o-,p- dari gugus amino akan berubah dalam campuran yang berisi asam lewis seperti H2SO4,HNO3 atau AlCl3 karena terbentuk ion amonium yang bersifat pengarah m-, dengan cara penambahan gugus blokade seperti amida

    BalasHapus

STEREOCHEMICAL CONSIDERING IN PLANNING SYNTHESIS (Mempertimbangkan Stereokimia Dalam Merancang Suatu Sintesis ) Sintesis adalah proses ...